PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS EDUCATION) SEBAGAI ARAH PENDIDIKAN NASIONAL
1. Latar belakang dan tujuan pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup. Data statistik persekolahan dari tahun ke tahun menunjukkan, bahwa angka melanjutkan siswa yang dapat sampai ke jenjang Perguruan Tinggi hanya sekitar 11,6%. Ini berarti, bahwa sebagian besar siswa (88,4%) tidak melanjutkan pendidikannya karena berbagai alasan. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan pendidikan yang berbasis masyarakat luas (Broad Based Education) yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup (Life Skills). Pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup tidak mengubah sistem pendidikan yang ada dan juga tidak untuk mereduksi pendidikan hanya sebagai latihan kerja. Pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup justru memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk memperoleh bekal keterampilan atau keahlian yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupannya. Pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup juga tidak untuk mendikte. Lembaga Pendidikan dan Pemerintah Daerah, tetapi hanya menawarkan berbagai kemungkinan atau menu yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi riil sekolah, baik ditinjau dari keberadaan siswa-siswanya maupun kehidupan masyarakat di sekitarnya. Pendidikan yang berbasis masyarakat luas (Broad Based Education) merupakan kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang sepenuhnya diperuntukkan bagi lapisan masyarakat terbesar di negara kita. Dasar pemikiran penyelenggaraan pendidikan yang berbasis masyarakat luas adalah kebutuhan riil dari lapisan masyarakat terbesar, yaitu bahwa pendidikan harus menitikberatkan pada penguasaan kecakapan untuk hidup. Secara teknis filosofis orientasi pendidikan yang berbasis masyarakat luas adalah kecakapan untuk hidup (Life Skills) atau untuk bekerja, bukan semata-mata berorientasi kepada jalur akademik. Untuk itu sekolah dituntut agar mampu mewujudkan pertautan yang jelas dengan dunia kerja. Paradigma bersekolah untuk bekerja (school to work) harus mendasari semua kegiatan pendidikan. Dengan titik berat pendidikan pada kecakapan untuk hidup (Life Skills) diharapkan pendidikan benar-benar dapat meningkatkan taraf hidup dan martabat masyarakat. 2. Muatan pendidikan vang berorientasi pada kecakapan imtuk hidliB. Pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup (Life Skills) hendaknya memuat upaya untuk mengembangkan kemampuan minimal sebagai berikut: Kemampuan membaca dan menulis secara fungsional baik dalam bahasa Indonesia maupun salah satu bahasa asing (Inggris, Arab, Mandarin, dsb.)
Kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah yang diproses melalui pembelajaran berfikir ilmiah, eksploratif, 'discovery' dan 'inventory'.
Kemampuan menghitung dengan atau tanpa bantuan teknologi, untuk mendukung kedua kemampuan tersebut di atas.
Kemampuan memanfaatkan teknologi dalam aneka ragam lapangan kehidupan seperti teknologi pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan, kerumahtanggaan, kesehatan, komunikasi-informasi, transportasi, manufaktur dan industri, perdagangan, kesenian, pertunjukan, olah raga, jasa, dsb.
Kemampuan mengolah sumber daya alam, sosial, budaya dan lingkungan untuk dapat hidup mandiri.
Kemampuan bekerja dalam tim yang merupakan tuntutan ekonomi saat ini baik dalam sektor informal maupun formal.
Kemampuan untuk terus menerus menjadi manusia belajar sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemampuan untuk mengintegrasikan dengan sosio-religius bangsa berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
3. Pelaksanaan pendidikan vang berorientasi pada kecakapan untuk hidup. Dengan mempertimbangkan kondisi riil angka melanjutkan siswa setiap tahun, upaya mewujudkan pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup akan dilaksanakan melalui 'pilot project' pada jenjang pendidikan dasar (SD danSLTP) dan pendidikan menengah (SMU dan SMK). 'Pilot project' ini dimulai pada tahun anggaran 2002. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah didiversifikasikan sehingga dapat memberikan bidang pembelajaran sebagai life skills' yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan masyarakat setempat. Penetapan suatu Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah untuk menjadi 'pilot project' didasarkan pada kesiapan dan usulan atau proposal dari masing–masing lembaga pendidikan yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan kerja sama antara lembaga pendidikan, dinas pendidikan di daerah dan konsultan setempat.
Azas pengelolaan pendidikan yang berorientasi pada ‘life skills' adalah manajemen berbasis sekolah (School Based Management) dan manajemen berbasis masyarakat (Community Based Management). Dana bantuan untuk melaksanakan program pendidikan kecakapan untuk hidup akan diberikan melalui prosedur 'block grant' yang akuntabilitas keuangannya dilakukan dengan sistem akuntansi publik. Lembaga pendidikan yang tidak menjadi 'pilot project' untuk sementara melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar berdasarkan kurikulum yang berlaku saat ini. 4. Upava memngkatkan mutu dan relevansi pendidikan melalm pendidikan yang berorientasi pada kecakapanuntuk hidup. Dalam skala makro, upaya untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan melalui pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup dapat diupayakan antara lain melalui: Pemberdayaan dan pemanfaatan potensi lokal seoptimal mungkin.
Pemberian peluang dan keluwesan bagi sekolah dalam memilih dan melaksanakan pembelajaran keterampilan.
Pemberdayaan unit-unit terkait dalam penyiapan dan pengembangan kurikulum muatan lokal yang mengacu pada perkembangan jaman dan teknologi modern.
Untuk mewujudkan upaya peningkatan mutu dan relevansi pendidikan tersebut antara lain melalui pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup (Life Skills) dan melalui pendekatan 'Broad Based Education' yang memberikan bekal keterampilan kepada para tamatan sebagai antisipasi bagi siswa yang tidak melanjutkan sekolahnya. Orientasi pembelajarannya menggunakan prinsip learning to know', learning to do', learning to be', dan learning to life together' secara simultan. 5. Strategi pelaksanaan pendidikan vang berorientasi pada kecakapan untuk hidup. Dalam penerapan 'Broad Based Education' ada empat strategi pendekatan yang direncakan untuk menjadi model pelaksanaan, yaitu model di SLTP dan SMU, di SMK, di PLS dan model penyediaan dana bantuan 'block-grant' bagi Pemerintah Daerah. a. Di SLTP dan SMU
1. Menawarkan kepada sekolah untuk melakukan 'self assessment' mengenai keterkaitan program pembelajaran mereka dengan kecakapan untuk hidup (Life Skills) 2. Menetapkan visi, misi dan strategi sekolah yang dikaitkan dengan 'Broad Based Education' dan tingkat kompetensi tamatan. Visi dan misi tersebut harus disepakati oleh semua 'stake holders' serta mendapatkan dukungan dan masyarakat sekolah 3. Menambah muatan kecakapan untuk hidup (Life Skills), bukan sekadar vokasioanal. 4. Menyediakan sejumlah dana bantuan 'block grant' bagi SLTP dan SMU untuk mendukung program pembelajaran kecakapan untuk hidup (Life Skills). 5. Sejumlah dana bantuan 'block grant' tersebut dapat digunakan antara lain untuk: a) peningkatan mutu proses pembelajaran life skills'; b) pembiayaan nara sumber atau instruktur life skills' dari luar sekolah atau masyarakat; c) pelaksanaan program keluar sekolah bagi siswa dan guru ke tempat-tempat pembelajaran ‘life skills'; dan d) pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran ‘life skills'. e) Sekitar 1.200 SLTP (rata-rata 3 SLTP pada setiap Kabupaten/kota) dan 800 SMU (rata-rata 2 SMU b. Di SMK
1) SMK yang dirancang sebagai 'Community College': SMK dan D-l yang relevan dengan kondisi masyarakat, instrukturnya dapat dimanfaatkan oleh Kursus-kursus yang ada di masyarakat. Jika di Kabupaten / Kota yang bersangkutan terdapat Politeknik, maka Politeknik tersebut dapat mendukung dalam perencanaan, penyelenggaraan dan penilaian 'Community College'
Jika memungkinkan di setiap Kabupaten / kota terdapat satu 'Community College.
Jika di masyarakat sudah ada Kursus, SMK sebagai 'Community College' cukup mendukung program pembelajaran life skills' pada kursus-kursus tersebut.
Baik SMK Negeri maupun Swasta dapat mengajukan usulan untuk menjadi 'Community College'
Disediakan sejumlah dana bantuan 'Block grant' yang diperlukan untuk mengembangkan 'Community College' tersebut.
Sekitar 100 SMK direncanakan untuk dikembangkan menjadi 'Community College'
2) SMK yang dirancang untuk menampung tamatan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Tamatan Wajar Dikdas yang tidak melanjutkan ke SMU atau SMK dididik selama 6 bulan dalam bentuk kursus dan atau workshop.
Program pembelajaran diarahkan untuk memberikan bekal kecakapan untuk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk usaha mandiri atau bekerja.
Program ini juga terbuka bagi mereka yang ingin melanjutkan sekolah, jadi bersifat 'multy entry dan multy exit'.
Dana bantuan untuk menyelenggarakan program ini disediakan dengan prosedur 'block grant'
Sekitar 250 SMK direncanakan untuk menyelenggarakan program ini.
b. Di Pendidikan Luar Sekolah.
1) Sekitar 100 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), 500 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM) dan 100 Organisasi Kemasyarakatan atau Lembaga Kursus Keterampilan direncanakan untuk mendapat kesempatan menyelenggarakan program pendidikan yang berorientasi kepada kecakapan untuk hidup (Life Skills). 2) Sasaran program ini diprioritaskan bagi penduduk usia produktif (16-30 tahun) yang dalam kondisi tidak bersekolah dan tidak bekerja. 3) Sejumlah dana bantuan 'Block grant' disediakan untuk diberikan kepada masing-masing lembaga yang dapat digunakanantara lain untuk: a) penyelenggaraan pendidikan kecakapan untuk hidup; b) penyediaan dana belajar; c) insentif instruktur; dan d) penyediaan sarana dan prasarana belajar yang diperlukan. d. Penyediaan dana bantuan 'block grant* bagi Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah diberi kesempatan untuk mencari inovasi perencanaan pendidikan yang berbasis masyarakat luas (Broad Based Education) dan pendidikan yang erorientasi kepada kecakapan untuk hidup (Life Skills)
Bagi Pemerintah Daerah yang mengembangkan inovasi tersebut diwilayahnya disediakan sejumlah dana bantuan 'Block grant'.
Sekitar 80 Kabupaten/Kota direncanakan untuk mendapat kesempatan mengembangkan inovasi tersebut.
6. Prosedur untuk mendapatkan dana bantuan"block grant". Cara yang perlu ditempuh untuk mendapatkan dana bantuan 'block grant' adalah sebagai berikut: Masing-masing sekolah, lembaga pendidikan luar sekolah dan Pemerintah Daerah yang berminat untuk mendapatkan dana bantuan 'Block grant' menyusun proposal yang diajukan kepada Dewan atau Komite Pendidikan Kabupaten / Kota.
Dewan atau Komite Pendidikan Kabupaten/Kota meneliti dan menilai proposal yang masuk, kemudian menetapkan calon yang akan mendapatkan dana bantuan 'block grant'
Dewan atau Komite Pendidikan Kabupaten/Kota menerbitkan surat keputusan penerima dana bantuan 'block grant' dan mengirimkannya kepada penanggung jawab 'block grant' sebagai dasar untuk mencairkannya.
Dana dicairkan melalui PT Pos atau Bank terdekat yang langsung diterimakan kepada penanggung jawab sekolah, lembaga pendidikan luar sekolah atau Pemerintah Daerah yang berhak menerima dana bantuan 'block grant' untuk digunakan sesuai dengan proposal yang diajukan.
Dewan atau Komite Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan, mengawasi dan memantau pelaksanaan program yang didukung dengan dana bantuan 'block grant' tersebut.
|